Membedakan Antara Adzab dan Karma

Posted by Dastan on 0

Istilah hukum karma di Indonesia tergolong populer, bahkan kepopulerannya menjadikan istilah tersebut dilupakan berasal dari ajaran penting dalam agama Dharma (Budha dan Hindu). Biasanya istilah ini terjadi ketika seseorang tertimpa sesuatu yang buruk, kemudian dikatakan, “Bisa jadi kamu terkena karma”. Yang sering ditanyakan biasanya adalah apa perbedaan antara hukum karma dan adzab?

Karma merupakan sebuah keyakinan tentang hukum sebab akibat. Mirip semacam hukum aksi dan reaksi. Bunyinya seperti ini, “Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu.” (Khuddhaka Nikaya, Udana 40)

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa segala sesuatu yang ada di alam tidak mungkin terjadi dengan sendirinya. Semua terjadi pasti memiliki sebabnya. Baik secara kosmis yang menyangkut alam semesta, maupun secara moril yang menyangkut manusia. Semua berputar selalu dalam hukum sebab akibat.

Oleh sebab itu ketika manusia mendapatkan sebuah musibah keburukan, maka hal tersebut diyakini sebagai karma dari perbuatan buruk yang lalu. Pada konsep seperti ini Tuhan pada akhirnya mengikuti filsafat yang dikembangkan oleh Thomas Aquinas dan Martin Luther yang melihat bahwa Tuhan menciptakan alam dan membiarkannya berputar seperti tukang jam menciptakan jam tangan dan dibiarkan berdetak sendiri. Hal ini sering disebut dengan Deus Otious.

Bahkan kelahiran manusia atau segala sesuatu di alam juga dipengaruhi oleh hukum karma. Untuk lebih mudah memahami ini lebih baik memahami pola reinkarnasi. Manusia akan terus terlahir kembali selama masih melakukan keburukan. Ia hanya akan berhenti dari reinkarnasi jika sudah mencapai taraf kebaikan yang sempurna. Karma dalam aspek moral memiliki kemiripan seperti ini. Terutama dalam perbuatan buruk yang selalu mendapatkan balasan keburukan suatu hari nanti di dunia.

Di Islam memang ada yang mirip, hukum karma seperti ini sering disebut dengan balasan di dunia. Dalam al Qur’an dijelaskan “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).“  (QS. 30:41)

Namun demikian perbedaan paling menonjol adalah dalam bentuk balasan yang diberikan atas apa yang dilakukan oleh manusia. Dalam Islam, tidak semua perbuatan buruk dibalas di dunia. Jika demikian, maka orang jahat tidak akan hidup nyaman di dunia. Pencuri suatu hari akan mendapatkan balasan curian yang besar. Tapi kenyataannya tidak. Kenyataannya justru banyak orang baik yang hidup diperlakukan dengan tidak baik.

Memang dalam agama Dharma hal ini akan dibantah dengan adanya proses reinkarnasi. Namun proses reinkarnasi karena keburukan menjadi hewan tidak bisa dimengerti. Bagaimana proses tersebut terjadi dalam dua jenis makhluk yang berbeda. Ini sebenarnya mitos yang berlaku pada kutukan yang umum beredar. Kalaupun terus menjadi manusia. Kenyataannya tidak ada yang benar-benar menjamin bahwa si A hadir dalam si B di satu hari kelak. Sifat, kepribadian, dan lain sebagainya setiap manusia tidak pernah identik meski wajah identik.

Dalam Islam balasan di dunia hanya secuil dari balasan yang ada di akhirat. Oleh sebab itu di dalam agama Islam fungsi neraka dan surga berjalan benar-benar sebagai balasan dari apa yang sudah dilakukan di dunia. Islam mengenal istilah bahwa di dunia adalah tempat berbuat, di akhirat adalah tempat untuk mendapatkan balasannya. Dan setiap orang akan kekal di dalamnya.

Dalam agama Dharma fungsi neraka dan surga memang sedikit berbeda. Ia adalah tempat singgah dari ruh yang akan bereinkarnasi. Istilahnya ruh tersebut akan dicuci terlebih dahulu di neraka sebelum dimasukkan lagi dalam bentuk jasad yang lain. Surga juga demikian. Maka, fungsi antara surga dan neraka yang menjadikan perbedaan dalam hukum karma di agama Dharma, dan balasan di dunia dalam agama Islam.

Sehingga dalam Islam tidak ada yang disebut karma. Maka wajar banyak orang jahat tetap hidup dengan nyaman dengan kejahatannya, karena balasannya adalah neraka. Juga banyak orang baik yang hidupnya justru teraniaya, miskin, namun balasannya di surga nanti kekal.

Oleh sebab itu dalam Islam sering diingatkan tentang fungsi dunia sebagai ladang cobaan. Siapa yang berbuat baik di dunia, akan dibalas di akhirat dengan kebaikan yang sama pula, begitu juga sebaliknya. Maka bisa jadi orang hidup bahagia di dunia justru masuk neraka, orang susah di dunia justru masuk surga. Wajar jika kemudian beredar stigma “Hidup mulia mati masuk surga”.

Penulis: Ma'mun Affany, M. Ud

About the Author

Ma'mun Affany WA di 085747777728

pin: 56C7E212

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 komentar:

back to top