Mengapa Islam Melarang Pacaran?

Posted by Dastan on 0

Di Kamus Besar Bahasa Indonesia pacar diartikan teman lawan jenis yg tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Sehingga pacaran berarti berduaan dengan lawan jenis dengan dasar suku sama suka meskipun belum terikat dengan ikatan sah perkawinan.

Memang kemudian banyak yang menanyakan “Mengapa Islam melarang, padahal suka sama suka merupakan fitrah setiap manusia?”

Yang perlu digaris bawahi dari pacaran adalah hubungan di luar nikahnya. Padahal menikah adalah ikatan antara laki-laki dan perempuan untuk tetap bertanggung jawab antara satu dan lainnya. Laki-laki bertanggung jawab untuk menafkahi, perempuan bertanggung jawab untuk melayani. Tanpa pernikahan, tanggung jawab tersebut tentu saja diabaikan.

Sayangnya banyak yang tidak menyadari bahwa korban terberat dari hubungan tanpa pernikahan adalah perempuan itu sendiri. Laki-laki punya hasrat untuk menghamili, dan perempuan punya naluri untuk tergoda. Pasca hubungan di luar nikah, perempuan mengandung, tanggung jawab hanya ditinggal kabur.

Islam sedikitpun tidak menghendaki hal ini. Tidak ingin perempuan menjadi korban dan kesengsaraan akibat memiliki anak tanpa kejelasan orang tua. Tidak ingin pula laki-laki melarikan diri akibat tahu beban menafkahi tidak ringan.

Islam juga mengetahui tidak ada obat mujarab untuk pernikahan selain pernikahan. Berdekat-dekatan, sama saja memancing hawa nafsu untuk bergetar. Saling bercanda, sama artinya memadu hati untuk melakukan yang lebih jauh dari sekadar berduaan. Oleh sebab itu dalam Islam melarang untuk mendekati zina, yaitu berpacaran.

Zamakhsyari dalam tafsirnya tentang jangan mendekati zina mengibaratkan bahwa orang melakukan hal tersebut (pacaran) sama artinya meminjam anak orang lain tanpa izin kemudian dikembalikan. Ini istilahnya ghasab. Seperti layaknya orang yang kehilangan sandal, tiba-tiba sandalnya seminggu kemudian kembali datang. Jika anda memiliki sandal tersebut pasti sangat marah. Apalagi jika yang dipinjam adalah anak perempuan Anda, adik perempuan Anda, bahkan ibu Anda. Pastinya tidak rela semua melakukan hal ini.

Harus diingat bahwa analogi pernikahan dalam Islam adalah berkebun. Istri ibarat kebun yang ditanami oleh suami, hasil dari berkebun tersebut adalah kasih sayang dan anak (buah) yang dipanen dari kebun tersebut. Tentu saja tanah tersebut harus sudah sah menjadi hak milik. Jika belum sah memiliki, tidak mungkin boleh menanam di tanah tersebut, menginjak saja terkadang tidak dibolehkan.

Pacaran berarti menginjak-nginjak tanah orang tanpa memilikinya, mengaku bahwa tanah tersebut sudah menjadi miliknya adalah perbuatan yang tidak tahu malu, padahal sertifikat sewa saja tidak memilikinya. Menghamili sama artinya dengan menanam di tanah orang tanpa ada izin sebelumnya. Tentu saja yang punya akan marah, orang-orang yang melihatnya lebih menilai sebagai sebuah kejahatan yang harus diselesaikan. Ini hanya sekelumit di antara alasan mengapa Islam melarang pacaran.

Tentu saja yang paling dijaga adalah kehormatan perempuan itu sendiri. Terlebih perempuan dalam Islam dipandang sebagai sekolah pertama dari sang anak, tempat suami melapangkan curahan hati. Sekiranya istri tersebut rendah harga dirinya karena terlalu sering dijamah lelaki, apa perbedaannya dengan seorang pelacur yang berganti orang meniduri.

Mendekati pacaran sama artinya menjerumuskan diri untuk menikmati lebih jauh lagi. Oleh sebab itu Islam menyatakan jangan dekati zina, atau dengan kata lain mengatakan jangan lakukan pacaran. </div>
Oleh: Ma'mun Affany

About the Author

Ma'mun Affany WA di 085747777728

pin: 56C7E212

Get Updates

Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.

Share This Post

Related posts

0 komentar:

back to top