Di Mana Perbedaan Qurban dan Larung?
Posted by Dastan
on
0
Idul Adha selalu identik dengan penyembelihan hewan qurban.
Bahkan rasanya tidak afdol jika ada sebuah masjid tidak ada yang berkurban.
Namun demikian yang sering ditanyakan adalah apa perbedaan antara penyembelihan
hewan qurban sebagai sebuah ibadah, dengan penyembelihan hewan untuk sesajen
dan ibadah yang lainnya?
Qurban sebenarnya diambil dari bahasa arab yang berarti
kedekatan. Maksudnya dekat dalam arti ketika sebagai penyembah semakin banyak
beribadah kepada yang disembah, maka ia akan menjadi semakin dekat. Atau dalam arti lain sesuatu yang menjadi
perantara dalam mendekatkan diri kepada Allah. Keikhlasan hamba dalam
memberikan hewan adalah perantaranya.
Uniknya belum ada penjelasan kalau sudah sekali dilakukan,
cukup, seperti haji. Namun lebih dijelaskan, jika memang mampu untuk berkurban,
maka berkurbanlah. Sehingga jika memiliki uang banyak, setiap tahun hendaknya
berkurban. Padahal harga kambing, kerbau, dan sapi cukup mahal. Maka tidak ada
yang diharapkan seorang hamba ketika berkurban selain kedekatan kepada Allah.
Bahkan yang miskin pun terkadang bercita-cita untuk berkurban, meski harus ini
dan itu, ingin lebih dekat.
Nilai ibadah qurban yang sedemikian besar tidak sebanding
jika hanya dibandingkan dengan penyembelihan hewan untuk sesajen. Ibadah hewan
untuk sesajen tidak dilakukan personal, kolektif. Iuran untuk membeli kambing
untuk dilarung, atau sapi untuk disembelih, bisa dilakukan oleh sekian banyak
orang. Artinya nilai untuk larung menjadi sangat kecil, bisa jadi setiap orang
di masyarakat iuran cukup seratus ribu, atau lima puluh ribu yang ditanggung
masyarakat bersama. Bahkan dalam sesajen biasanya cukup ayam hitam. Yang
penting menyembahkan sesuatu.
Qurban dalam idul adha memang bisa kolektif pada hewan sapi.
Namun dijelaskan hanya untuk tujuh orang. Maka jika dibagi harga sapi dengan
tujuh, hasilnya adalah setara satu harga kambing. Maka dalam Islam tidak akan
disebut qurban jika tidak setara dengan satu kambing. Kecintaan kepada Allah
benar-benar diuji.
Dalam ritual larung, yang mendasarinya biasanya ada dua.
Pertama, kesyukuran atas hasil panen laut, panen bumi, atau semacamnya terhadap
ratu ini, dewa ini dan itu. Kedua, ketakukan akan permintaan tumbal dari ratu,
dewa ini dan itu. Bahkan dasar yang pertama dilakukan biasanya untuk
menghindari yang kedua. Kita harus melarung kambing agar ratu atau dewa tidak
marah dan tidak memakan tumbal.
Di sini sebenarnya ada kejanggalan yang sangat besar. Yang
dipersembahkan dalam larung bukan ibadah, tapi hewan itu sendiri kepada sang
Ratu atau Dewa Dewi. Ini artinya justru merendahkan sang ratu dan dewa dewi
pada derajat manusia. Mereka seolah-seolah digambarkan harus dipersembahkan
kepala untuk dimakan, atau emosional karena harus diberikan ini dan itu, jika
tidak akan meminta tumbal dari manusia. Hal ini ibarat anak kecil yang tidak
diberi permen, maka marah membanting piring.
Kalaupun maksudnya untuk ibadah karena menilai keikhlasan
dalam mengeluarkan harta yang dicinta, maka hal ini tidak bernilai jika dibanding
qurban umat Islam yang setiap orang harus mengeluarkan seharga satu kambing,
itu pun tidak boleh kambing muda. Sedangkan dalam larung dan sesaji, hewan yang
dipersembahkan bisa hasil dari iuran bersama satu kampung.
Maksud kecintaan ibadah dalam qurban idul adha juga bisa
tercermin dari daging yang dibagikan untuk umat muslim. Inilah salah satu nilai
tinggi qurban, membagi kebahagiaan kepada sesama muslim, selain menjadikan
penyembelihan bukti cinta kepada Allah. Tidak ada orang yang mau melihat sapi
yang begitu mahal dibeli, ternyata hanya untuk dibagikan tetangga, kecuali
karena cinta yang begitu besar kepada Allah SWT.
Dalam sesajen, ayam yang disembelih sangatlah sakral. Tidak
boleh dimakan, dan dibiarkan seolah agar sang Kuasa memakannya. Jika kemudian
tiba-tiba hilang, bahagianya luar biasa, karena dikira sudah diambil para dewa.
Jika ternyata membusuk, itu juga akan diartikan sudah dimakan para dewa, bukan
memahaminya sebagai proses alam yang wajar.
Penulis: Ma'mun Affany, M. Ud
Tagged as: agama islam, filosofi Islam, Fiqh, halal dan haram, islam masuk akal, islam rasional, tanya islam
About the Author
Ma'mun Affany WA di 085747777728
pin: 56C7E212
Get Updates
Subscribe to our e-mail newsletter to receive updates.
Share This Post
Related posts
0 komentar: